Belajar
Menulis Gelombang 17
Pertemuan Kelima:
Rabu, 13 Januari 2021
Waktu : 19:00
s/d 21:00 WIB
Pemateri : Bambang
Purwanto, S.kom. Gr.
Moderator :
Aam Nurhasanah, S.Pd
Topik : Menebar
Semangat Hobi Menulis untuk Gerakan Literasi Sekolah
Peresume : Dwiyoso Nugroho (yosonug@gmail.com)
Gerakan Literasi Sekolah
Membaca topic
malam ini, saya teringat kembali bahwa diawal penerapan kurikulum 2013,
kira-kira tahun 2015, Kementerian pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan
sebuah gerakan yang bernama Gerakan Literasi Sekolah. Menurut Kemendikbud, Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan
sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat,
menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah merupakan
sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai
organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan
public. Dari pengertian tersebut nampaknya sangat mudah untuk dilakukan di
sekolah, sebab bukankah sekolah memang tempat semua warga sekolah (guru dan
siswa) membaca, melihat, menyimak, menulis bahkan berbicara. Selain itu, GLS
juga bertujuan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar warganya
literat sepanjang hayat. Ini pula, bukankah sekolah memang organisasi
pembelajar, yang para anggotanya adalah mereka-mereka yang ingin belajar dan
membelajarkan. Namun benarkah demikian ? semudah itukah gerakan ini ?
Susahnya membudayakan membaca
Pada tahun-tahun
tersebut, kira-kira 2015/2016 pemerintah melalui kemendikbud menghimbau setiap sekolah
untuk melaksanakan kegiatan 15 menit membaca diawal kegiatan pembelajaran. Bahkan
para guru dalam setiap Pelatihan Kurikulum 2013 diberikan materi terkait
kegiatan bagaimana melaksanakan kegiatan Literasi di sekolah. Sekolah dimana
saya mengajar pun melaksanakannya. Bahkan kami (sekolah saya) sempat mencetak
buku laporan kegiatan harian siswa yang isinya terkait kegiatan literasi yang
dilakukan setiap siswa. Lalu bagaimana hasilnya ? Meski saya tidak ingin
mengatakan bahwa kegiatan Literasi di sekolah kami gagal, yang jelas bahwa
kegiatan tersebut tidak berlanjut sampai sekarang. Walaupun masih tetap ada
beberapa kegiatan terkait dengan Gerakan Literasi Sekolah, seperti Lomba Baca
dan Tulis Puisi, namun hanya bersifat insidental dan dalam momentum tertentu. Tidak
dalam kontinu/terus menerus.
Bagaimana kondisi
GLS di sekolah lain ? Salah satu habit bangsa
Indonesia adalah mencari teman dalam kesalahan. Jika ada teman yang melakukan
kesalahan yang sama dengan yang kita lakukan kita merasa tenang, begitu kata
guru saya. Begitu pula yang saya lakukan. Kenyataannya banyak sekolah di
sekitar sekolah kami yang program GLS-nya tidak berjalan. Ini cukup membuat
saya tenang, minimal tidak merasa bersalah sebagai salah satu guru. Ditambah pandemic
Covid-19 yang memaksa semua melakukan PJJ dan siswa harus Belajar Dari Rumah
(BDR), membuat saya lupa dengan GLS dan sejenisnya.
GLS Pak Bambang
Namun sebuah
tamparan atau mungkin bukan tamparan tapi hembusan angin sepoi yang ditiupkan
Mr. Bams pada pertemuan ke-5 kelas Belajar Menulis yang diasuh Omjay,
mengingatkan saya tentang program tersebut. Bahwa betapa pentingnya GLS bagi
pendidikan, apalagi menghadapi Asesmen Nasional 2021 yang salah satu kompetensi
yang diujikan adalah kemampuan Literasi, maka menumbuhkan budaya Literasi di
sekolah adalah sebuah keniscayaan. Satu lagi yang terpenting yang saya peroleh
dari paparan Bapak Bambang Purwanto adalah bahwa ada sekolah di Indonesia, di
Jawa Barat, yang berhasil melaksanakan GLS. Mungkin sebenarnya masih banyak
lagi sekolah yang telah berhasil melaksanakan GLS , namun yang saya tahu baru
sekolah ditempat Mr. Bams mengajar.
Benarkah SMP
Taruna Bakti telah berhasil melaksanakan GLS ? Berapa persen tingkat
keberhasilannya ? untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sepertinya
perlu dilakukan penilaian dan kunjungan langsung ke sekolah tersebut, namun dengan
tetap berlangsungnya kegiatan GLS (membaca) di sekolah tersebut sudah cukup
menunjukan bahwa Gerakan Literasi Sekolah di SMP Taruna Bakti telah berhasil. Sebab
keberhasilan pendidikan bukan hanya diukur dari nilai dan angka-angka namun
keberhasilan melahirkan siswa sebagai warga yang literat sepanjang hayat jauh
lebih utama. Ditambah lagi dengan penghargaan-penghargaan yang diterima Pak
Bambang secara pribadi merupakan sebuah pembuktian dari dedikasi dan upaya yang
beliau lakukan di Sekolah.
Langkah Menerapkan GLS
Dalam sesi tanya
jawab diakhir paparan, saya yakin sebagian besar peserta appreciate dan kagum dengan apa yang telah dilakukan Mr. Bams,
hanya sayang saya tidak dapat melihat ekspresi dari setiap peserta. Saya yakin
semua peserta bertanya-tanya, apa sich yang
dilakukan Mr. Bams hingga program GLS di sekolahnya bisa berjalan ? Apa tipsnya
hingga program GLS bisa berhasil ? Berikut cara/langkah dalam menjalankan GLS
menurut Bapak Bambang Purwanto yang coba
saya sarikan dari paparan dan jawaban beliau atas pertanyaan peserta :
1.
Membentuk Tim GLS
Saya sependapat dengan Mr. Bams bahwa perlu ada penanggung jawab gerakan
literasi di sekolah. Sebab program GLS adalah sebuah program yang terus menurus
yang memerlukan orang yang komit untuk menjalankan kegiatan program tersebut.
2.
Mensosialisasikan GLS
Gerakan Literasi Sekolah adalah suatu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (mulai dari peserta didik, guru,
kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang
tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat
(tokoh masyarakat yang bisa merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dan
lain sebagainya), dan setiap orang atau lembaga. Oleh karena itu keberhasilan program
GLS sangat ditentukan oleh sosialisasi yang dilakukan.
3.
Mulai dari hal yang sederhana
Mr. Bams mengatakan awali dengan buku yang disukai siswa, lakukan secara
perlahan dan terus menerus.
4.
Konsisten
Diantara hal-hal lain yang disampaikan Mr. Bams, saya rasa poin ini
adalah yang terberat, namun sepertinya paling menentukan keberhasilan setiap program. Dibutuhkan
kesabaran dan tekad sekeras baja sebesar gunung salak untuk dapat
mempertahankan konsistensi sebuah program. Namun tanpa dikawal dan dipantau
setiap hari sehebat apapun rancangan sebuah program kecil kemungkinan untuk
berhasil.
5.
Berikan reward bukan punishment
Poin ini adalah pertanyaan dari saya, maka ijinkan saya untuk mengulasnya
di sini. Mr. Bams bilang “tidak ada sangsi bagi anak-anak, hanya saja mereka
akan malu saat ada Point Literasi. Yang kita bangun adalah kejujuran, kesadaran
bukan paksaan. Bila input pasti ada point, bila tidak nggak dapat point. Bagi siswa yang termotivasi pasti akan berlomba.
Setiap akhir semester kami berikan sertifikat untuk Jura 1,2 dan 3.” Kedengarannya
agak sulit bagi saya yang terbiasa mendapat perintah dan ancaman dalam
melakukan sesuatu, namun patut dicoba.
6.
Menulis diawali dari membaca
Mungkin inilah poin panting dari topic kuliah belajar menulis malam ini. Mr.
Bams mengatakan “kemampuan menulis akan beriringan dengan kemampuan membaca.
Program literasi akan sangat membantu kemampuan anak-anak menulis”. Saya setuju
1000% bahwa kemampuan menulis akan sangat dipengaruhi oleh bacaan. Semakin banyak
yang dibaca akan semakin banyak dan berisi apa yang dituliskan. Namun dapat
juga terjadi sebaliknya, motivasi menulis akan mendorong keinginan untuk
membaca. Maka bagi penulis pemula, klo
mentok nulis bacalah. Tabik.
Semangat literasi bapak
BalasHapusTerima kasih ibu
HapusGercep.. resumenya lengkap pak Dwi..👍👍
BalasHapusTerima kasih pak, sukses juga buat bapak
HapusHasil karya peserta didik terkait literasi memberikan poin plus pada perpus dan sekolah. Demikian penting GLS, Salam literasi.
BalasHapuskreen kreeen lanjutkan pak semangat
BalasHapusMakasi banyak pak
HapusSemangat pak menerapkan GLS disekolah
BalasHapusmantap, keren, semangat berkarya, semangat menginspirasi
BalasHapusSuka bacanya Pak Yoso...Ada kesamaan di sekolahku kurang maksimal pelaksanaan program Literasi Sekolah.
BalasHapus