• Pakem Pada Longser : Sebuah Ikhtiar kecil untuk mendokumentasikan teater rakyat


    Suatu hari seorang anak kecil ingin melihat
    (ditanggapkeun) sebuah pertunjukan, tapi orang tuanya tidak bisa memenuhi keinginannya. Maka, si anak menangis sejadi-jadinya (Lolongseran).  Konon, sejak itulah pertunjukan tersebut dinamakan Longser. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa Longser berasal dari kata lengser yang artinya turun/jalan-jalan. Alasannya, para seniman longser selalu berjalan mencari tempat-tempat yang ramai seperti pasar atau pusat-pusat keramaian lainnya untuk menggelar pertunjukan. Mana yang benar? Entahlah, dan buat apa dipusingkan betul, yang jelas Longser, sebagai salah satu seni pertunjukan, sudah pasti tumbuh di jalan, dimana mereka ngamen untuk memperoleh uang.

    Sebagaimana kesenian-kesenian tradisional lainnya, Longser memiliki pakem atau yang biasa disebut konvensi. Pakem pada Longser, antara lain pertama dalam setiap pertunjukan harus terdapat/ada oncor (obor minyak). Pakem ini mungkin berasal dari proses pertumbuhan longser sebagai seni pertunjukan yang diadakan pada malam hari. Namun, meski sekarang pertunjukan longser dilakukan pada siang hari kehadiran oncor pada pertunjukan longser merupakan keharusan. Kedua, pertunjukan longser selalu diawali dengan tatalu, yakni para pemain (nayaga/wiyaga) memukul peralatan yang menimbulkan bunyi-bunyian yang rancak. Tatalu  ini dimaksudkan untuk menarik perhatian calon penonton. Tiga, setelah penonton berkumpul selanjutnya salah satu anggota melakukan rajah/ngarajah. Rajah/ngarajah dimaksudkan untuk meminta ijin kepada Karuhun atau orang-orang yang bertanggung jawab di daerah tersebut. Ada sebuah anekdot tentang proses ngarajah di salah satu daerah di Tasik, Jawa Barat, dimana proses ini, ngarajah, harus menggunakan kembang/bunga tertentu dan bila bunga yang dimaksud tidak ada maka pertunjukan Longser tidak bisa dilaksanakan. Terlepas dari benar atau tidak anekdot tersebut, namun ada satu pesan yang bisa kita tangkap yaitu bahwa ngarajah merupakan pakem yang harus dilakukan pada setiap pertunjukan Longser. Empat, setelah proses ngarajah selesai barulah masuk para penari ronggeng. Tarian ronggeng ini, bisa dibandingkan dengan ngremo pada pertunjukan ludruk. Empat, ngarayuda (mengumpulkan sumbangan/uang). Layaknya  pertunjukan-pertunjukan lain yang ditujukan untuk mencari uang (ngamen) ngarayuda pada Longser adalah kegiatan meminta sumbangan berupa uang atau apa saja pada para penonton. pada sisi cerita/naskah tidak terdapat pakem, harus menampilkan cerita tertentu, namun aktor longser dituntut kekuatan improvisasinya, sebab  naskah longser hanya berupa ide cerita sutradara, selanjutnya ide tersebut dikembangkan lebih jauh oleh aktor. Selain itu, longser memungkinkan terjadinya komunikasi verbal antara aktor, pemain musik (nayaga), dan penonton (Sampak).


    Dewasa ini, di tengah hiruk-pikuknya budaya pop yang merambah, bahkan sampai kepelosok-pelosok desa, masih ada beberapa kelompok longser yang masih mempertahankan pakem tersebut, namun banyak juga kelompok yang melakukan beberapa perubahan pada pakem, seperti penggunaan naskah dan lain-lain,
    sebab bukankah budaya  tidak beku!. Ya, yang penting jangan meninggalkan budaya kita sendiri. Kalo bukan kita yang melestarikan, siapa lagi !?. Selanjutnya, selamat menikmati diri.

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Saya adalah Guru Sejarah di Sekolah Menengah Atas, tertarik pada Kajian Sejarah, Teater dan Sastra serta ilmu-ilmu Humaniora