Sebagaimana kesenian-kesenian tradisional lainnya, Longser memiliki pakem atau yang biasa disebut konvensi. Pakem pada Longser, antara lain pertama dalam setiap pertunjukan harus terdapat/ada oncor (obor minyak). Pakem ini mungkin berasal dari proses pertumbuhan longser sebagai seni pertunjukan yang diadakan pada malam hari. Namun, meski sekarang pertunjukan longser dilakukan pada siang hari kehadiran oncor pada pertunjukan longser merupakan keharusan. Kedua, pertunjukan longser selalu diawali dengan tatalu, yakni para pemain (nayaga/wiyaga) memukul peralatan yang menimbulkan bunyi-bunyian yang rancak. Tatalu ini dimaksudkan untuk menarik perhatian calon penonton. Tiga, setelah penonton berkumpul selanjutnya salah satu anggota melakukan rajah/ngarajah. Rajah/ngarajah dimaksudkan untuk meminta ijin kepada Karuhun atau orang-orang yang bertanggung jawab di daerah tersebut. Ada sebuah anekdot tentang proses ngarajah di salah satu daerah di Tasik, Jawa Barat, dimana proses ini, ngarajah, harus menggunakan kembang/bunga tertentu dan bila bunga yang dimaksud tidak ada maka pertunjukan Longser tidak bisa dilaksanakan. Terlepas dari benar atau tidak anekdot tersebut, namun ada satu pesan yang bisa kita tangkap yaitu bahwa ngarajah merupakan pakem yang harus dilakukan pada setiap pertunjukan Longser. Empat, setelah proses ngarajah selesai barulah masuk para penari ronggeng. Tarian ronggeng ini, bisa dibandingkan dengan ngremo pada pertunjukan ludruk. Empat, ngarayuda (mengumpulkan sumbangan/uang). Layaknya pertunjukan-pertunjukan lain yang ditujukan untuk mencari uang (ngamen) ngarayuda pada Longser adalah kegiatan meminta sumbangan berupa uang atau apa saja pada para penonton. pada sisi cerita/naskah tidak terdapat pakem, harus menampilkan cerita tertentu, namun aktor longser dituntut kekuatan improvisasinya, sebab naskah longser hanya berupa ide cerita sutradara, selanjutnya ide tersebut dikembangkan lebih jauh oleh aktor. Selain itu, longser memungkinkan terjadinya komunikasi verbal antara aktor, pemain musik (nayaga), dan penonton (Sampak).
Dewasa ini, di
tengah hiruk-pikuknya budaya pop yang merambah, bahkan sampai kepelosok-pelosok
desa, masih ada beberapa kelompok longser yang masih mempertahankan pakem
tersebut, namun banyak juga kelompok yang melakukan beberapa perubahan pada
pakem, seperti penggunaan naskah dan lain-lain, sebab bukankah budaya tidak beku!.
Ya, yang penting jangan meninggalkan budaya kita sendiri. Kalo bukan kita yang
melestarikan, siapa lagi !?. Selanjutnya, selamat menikmati diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar