Terkadang dunia tak bisa disederhanakan menjadi hitam dan putih saja, baik dan buruk, atas dan bawah, kanan dan kiri atau kau dan aku saja. Tetapi, ada banyak sisi, segi, bidang, ruang lain yang kadang enggan kita akui, namun ada dan nyata di sekitar kita. Sisi, segi, bidang, ruang lain ini, malahan menciptakan dunia tempat tinggal kita ini menjadi lebih berwarna, lebih variatif, lebih dinamis dan menjadi sebuah potensi atau modal yang dapat kita kembangkan. Perbedaan mereka, dibandingkan dengan kesamaan kita, adalah anugrah yang diberikan Allah SWT bagi orang-orang yang berfikir.
Indonesia buktinya. Sebagai negara
multikultural, Indonesia kaya akan potensi budaya. Nilai, Sistem dan Struktur
Budaya. Indonesia adalah sisi-sisi yang banyak. Indonesia adalah Sunda, Jawa,
Betawi, Medan, Papua, Makasar dan banyak lagi. Indonesia adalah kota, desa,
kaya miskin, tua muda. Indonesia juga adalah Islam, Keristen, Hindu, Budha dan
Konghucu. Itulah keberagaman. Itu modal
besar yang kita miliki sebagai sebuah bangsa.
Tapi, fenomena yang berkembang dewasa ini adalah merebaknya
konflik dan kekerasan dengan berbagai motif. Di antaranya, Tragedi di Cikeusik,
Pandeglang, Banten, merupakan konflik yang bermotif agama.
Lalu, mengapa kita tidak berusaha
untuk tidak saling membelakangi. Indonesia bukanlah sebuah bidang datar, yang
punya satu sisi saja, atau seperti keping mata uang, satu dimuka dan satu
dibelakang. Indonesia adalah sisi-sisi melingkar yang membentuk satu
kesatuan-Kita.
Maka, sebuah pengingkaran terhadap
keberagaman ketika kau dan aku bukan kita. Ketika dunia mencoba disederhanakan
menjadi hitam dan putih saja. Kanan dan kiri saja. Mengapa yang pertama cuma
ada satu, mengapa tidak benar itu selalu salah. Bukankah masih ada mendekati
benar, nyaris benar atau berusaha menjadi benar. Mengapa kita terjebak pada
dikotomi beradab dan biadab. Padahal mungkin masih ada yang belum beradab,
hendak beradab, atau memang sedang dibiadabkan-mungkin!
Jadi, alangkah lebih bijak bila kita
rayakan saja keberagaman ini sebagai rahmat dari Allah. Toh tak ada manusia yang dicitakan sama. Semua berbeda dengan
segala keistimewaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar